
Jakarta -Kaum milenial 20 tahun kemudian tidak terlalu digubris keberadaannya. Namun kini teramat diperhitungkan alasannya yaitu menjadi sangat "powerful" dari sisi ekonomi dan bisnis maupun politik. Di Pilpres 2019 nanti kaum milenial amat diperhitungkan. Tidak saja alasannya yaitu jumlah mereka banyak, 80 juta atau 1/3 jumlah penduduk Indonesia, namun kaum milenial yang berusia 22 tahun - 37 tahun yaitu mereka yang mempunyai hak pilih aktif Pilpres 2019. Padahal total berdasarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) jumlah pemilih total 146.450.861. Kaum milenial akan menyumbang lebih dari 50% bunyi pemilih Pileg maupun Pilpres.
Kekuatan mereka kini di era digital lebih menonjol alasannya yaitu mereka umumnya melek digital. Mempunyai akun dan rajin berselancar di dunia maya. Mereka bisa membangun komunitas langsung seraya mengantongi gadget. Beberapa di antaranya menjadi kaya raya luar biasa dan dalam waktu yang amat sangat singkat, lewat usaha-usaha start up.
Sebut saja Ferry Unardi, pendiri Traveloka berusia 30 tahun, kekayaannya Rp 2,09 triliun. William Tanuwijaya pendiri Tokopedia, usia 36 tahun, kekayaan Rp 1,95 triliun. Achmad Zaky pendiri Bukalapak kekayaannya Rp 1,5 triliun. Nadiem Makariem, pendiri Gojek kekayaan Rp 1,45 triliun. Kekayaan itu terjadi dalam waktu singkat antara 2-4 tahun saja.
Lima penemu yang kemudian mengubah dunia lewat komunikasi sosial media pada era ke-20 yaitu Larry Page dan Sergey Brin,menemukan sistem pencari Google (1998) pada usia 24 tahun. Mark Zuckerberg pada usia 19 tahun menemukan Facebook (2004). Penemu Whatsapp, Jan Koum dan Brian Acton, sementara Steve Chen dan Chad Hurley menemukan YouTube (2005), pada usia 27 tahun. Pierre Omidyar (28 tahun), penemu eBay (1995), sedangkan Kevin Systron dan Mike Kruger menemukan Instagram (2010).
Maraknya media umum di Indonesia didasari tiga hal. Pertama, dibukanya kebebasan memberikan pendapat secara absolut. Kedua, ketersediaan yang tak terbatas untuk berselancar di dunia media umum dengan adanya akomodasi telekomunikasi lewat satelit maupun land transmission. Pada 1969 Indonesia meluncurkan satelit domestik Palapa, menjadi negara ketiga di dunia sehabis Uni Soviet dan Kanada. Ketiga, kenyataan generasi milenium, disebut juga netizen atau warganet, merupakan kelompok generasi milenial paling aktif di dunia maya.
Ahli Fisika Indonesia Prof. Dr. Yohanes Surya ulet mendorong siswa Indonesia untuk menunjukan kemampuan teknologi fisika di ajang Olimpiade Fisika dunia. Hasilnya, rata-rata dalam hampir setiap Olimpiade Fisika, Indonesia merebut kawasan pertama.
Pada 2005 Anike Nelce Bowaire, siswa jurusan Fisika Institut Teknologi Bandung memperoleh penghargaan First To Nobel Prize in Physics dalam kejuaraan Fisika Dunia di Amerika Serikat. Ia kemudian bekerja di Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Amerika Serikat. Secara teoritis ia mempunyai kans untuk memperoleh Nobel pada 2040.
Prof. Nelson Tansu, PhD, hasil didikan Prof.Dr.Yohanes Surya, memperoleh gelar Profesor Fisika pada usia 25 tahun dari Pensylvania University, hanya 10 tahun sehabis lulus Sekolah Menengan Atas di Dr Soetomo Medan, dan perguruan tinggi Tinggi di Amerika Serikat.
April 2004, pada kejuaraan Fisika antar 7 universitas paling prestisius di dunia, di antaranya Harvard University, MIT, Princeton University, yang menang yaitu MIT. Tim MIT, dari 7 orang mahasiswa yang bertanding 3 di antaranya mahasiswa Indonesia yang sekolah di MIT waktu itu.
Pada Agustus 2005, Yohanes Surya melaksanakan penelitian acak di antara 27 Sekolah Menengan Atas negeri dan 17 Sekolah Menengan Atas swasta di Jakarta dan sekitarnya. Hasilnya, dari 1.500 siswa yang diteliti, 300 siswa mempunyai IQ 140, dari jumlah itu 44 siswa mempunyai IQ 150, melewati tingkat jenius.
Pada Desember 2005, Prof. Yohanes lewat penelitian lainnya terhadap 400 siswa Sekolah Menengan Atas Negeri kelas I, Kabupaten Toba, Samosir menemukan 6 siswa dengan IQ 150 alias superjenius.
Nah, jangan khawatir akan masa depan Indonesia, mengingat struktur sumber daya insan di masa depan yang demikian bisa secara bakat.
Center of Strategic and International Studies Jakarta (CSIS) saat melaksanakan penelitian ihwal orientasi sosial, ekonomi dan praktik para milenial mendapat catatan sebagai berikut: Tingkat optimisme terhadap kemampuan pemerintah terkait kesejahteraan rakyat balasannya 71,8% optimis, 21,9% tidak optimis. Tingkat kebahagiaan dalam mengatasi hidup 81,3% bahagia, 9,4% tidak bahagia. Tingkat optimisme terhadap masa depan 94,8% dan 2,5% pesimis. Rata-rata generasi milenial mengkonsumsi internet 7 jam sehari.
Milenial Indonesia jumlahnya sangat besar, mempunyai sikap baik dan amat sangat kreatif. Penelitian Yohanes Surya memberikan banyak orang-orang muda Indonesia mempunyai potensi mempunyai kecerdasan tingkat jenius. Pada 2030 Indonesia akan menikmati "bonus demografi", artinya tenaga kerja produktif jauh lebih tinggi dibanding perkerjaan non produktif.
Melihat cakrawala tenaga kerja milenial yang besar jumlahnya serta potensial kapasitasnya, Indonesia semestinya akan menjadi negara keempat dalam kekuatan ekonomi ibarat diramalkan Price Water Cooper, sebuah forum analis ekonomi dan bisnis dunia yang terpecaya. Mengapa tidak ?
Ishadi S.K Komisaris Transmedia
Tulisan ini yaitu kiriman dari pembaca detik, isi dari goresan pena di luar tanggung jawab redaksi. Ingin menciptakan goresan pena kau sendiri? Klik di sini sekarang!
Sumber detik.com